0 items / $0.00
blacklionprod666

Zakat Dalam Islam, Kedudukan dan Tujuan Syar’inya

Zakat Dalam Islam, Kedudukan dan Tujuan Syar’inya
Zakat merupakan salah satu rukun Islam. Zakat diwajibkan atas tiap tiap orang Islam yang sudah memenuhi syarat. Selain melaksanakan perintah Allâh Subhanahu wa Ta’ala, obyek pensyariatan zakat ialah untuk menopang umat Islam yang butuh bantuan dan pertolongan. Oleh sebab itu, syariat Islam memberi tambahan perhatian besar dan memberi tambahan kedudukan tinggi terhadap ibadah zakat ini. Kedudukan zakat dalam Islam sudah banyak diketahui oleh kaum Muslimin secara garis besarnya, tetapi untuk memastikan pentingnya masalah zakat ini wajib dirinci lagi problem ini dalam wujud yang lebih sadar dan gamblang.

KEDUDUKAN ZAKAT DALAM ISLAM

Kedudukan dan makna perlu zakat bisa dicermati berasal dari sebagian hal berikut:

1. Zakat adalah rukun Islam yang ketiga dan salah satu pilar bangunannya yang agung berdasarkan hadits yang diriwayatkan berasal dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:

بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهاَدَةِ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنْ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ وَإِقاَمِ الصَّلاَةِ وَإِيْتاَءِ الزَّكَاةِ وَصَومِ رَمَضَانَ وَحَجِّ البَيْتِ لِمَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيْلأ

Islam dibangun di atas lima perkara: syahadat bahwa tidak ada Rabb yang haq tidak cuman Allâh dan bahwa Muhammad adalah utusan Allâh, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan dan haji ke Baitullah bagi siapa yang bisa [Muttafaqun ‘alaihi]

2. Allâh Azza wa Jalla menyandingkan perintah menunaikan zakat dengan perintah melaksanakan shalat di dua puluh delapan area dalam al-Qur`ân.[1] Ini tunjukkan betapa urgen dan tinggi kedudukannya dalam Islam. Kemudian penyebutan kata shalat dalam banyak ayat di al-Qur`ân terkadang disandingkan dengan iman dan terkadang dengan zakat. Terkadang ketiga-tiganya disandingkan dengan amal shalih adalah rangkaian yang logis. Iman yang merupakan tingkah laku hati adalah dasar, sedangkan amal shalih yang merupakan amal tingkah laku anggota tubuh jadi bukti kebenaran iman. Amal tingkah laku pertama yang dituntut berasal dari seorang mukmin adalah shalat yang merupakan ibadah badaniyah (ibadah dengan gerakan badan) kemudian zakat yang merupakan ibadah harta. Oleh sebab itu, sehabis ajakan kepada iman didahulukan ajakan shalat dan zakat sebelum akan rukun-rukun Islam lainnya. Ini berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhuma berasal dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamsaat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Mu’âdz Radhiyallahu anhu ke Yaman, beliau bersabda kepadanya: https://makanberkah.com/ 

إِنَّكَ تَأتِي قَوْمًا مِنْ أَهْلِ الكِتَابِ فاَدْعُهُمْ إِلىَ شَهاَدَةِ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ فإَِنْ هُمْ أَطاَعُوكَ لِذلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ اِفْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلواتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَليَلْةٍ فإَِنْ هُمْ أَطاَعُوكَ لِذلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ اِفْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِياَئِهِمْ فَتُرَدُّ عَلىَ فُقَرَائِهِمْ

Sesungguhnya anda bakal berkunjung kepada suatu kaum berasal dari ahli kitab, ajaklah mereka kepada syahadat bahwa tidak ada Rabb yang haq tidak cuman Allâh dan bahwa aku adalah utusan Allâh, seumpama mereka mematuhi ajakanmu, maka katakanlah kepada mereka bahwa Allâh mewajibkan atas mereka shalat lima sementara dalam sehari semalam, seumpama mereka mematuhi ajakanmu maka katakan kepada mereka bahwa Allâh mewajibkan sedekah yang disita berasal dari orang-orang kaya berasal dari mereka dan diberikan kepada orang-orang miskin berasal dari mereka [2]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamhanya menyebutkan shalat dan zakat (dalam hadits di atas) sebab besarnya perhatian terhadap keduanya dan keduanya didahulukan sbelumnya selainnya dalam berdakwah kepada Islam. Juga dalam rangka mengikuti komitmen at-tadarruj (bertahap fase demi fase) dalam menyebutkan kewajiban-kewajiban Islam.[3]

Dan tetap banyak lagi dalil-dalil berasal dari al-Qur’an maupun al-hadits yang tunjukkan kedudukan zakat yang tinggi dalam Islam.

TUJUAN-TUJUAN SYAR’I DIBALIK KEWAJIBAN ZAKAT[4]
Islam sudah menetapkan zakat sebagai kewajiban dan menjadikannya sebagai salah satu rukunnya serta memposisikannya terhadap kedudukan tinggi lagi mulia. Karena dalam pelaksanaan dan penerapannya mempunyai kandungan tujuan-tujuan syar’i (maqâshid syari’at) yang agung yang mendatangkan kebaikan dunia dan akhirat, baik bagi si kaya maupun si miskin. Di pada tujuan-tujuan selanjutnya adalah :

1. Membuktikan Penghambaan Diri Kepada Allâh Azza wa Jalla Dengan Menjalankan Perintah-Nya.
Banyak dalil yang memerintahkan sehingga kaum Muslimin melaksanakan kewajiban agung ini, sebagaimana Allâh Azza wa Jalla firmankan dalam banyak ayat, diantaranya :

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ

Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.” [al-Baqarah/2:43]

Allâh Azza wa Jalla juga menyebutkan bahwa menunaikan zakat merupakan pembawaan kaum Mukminin yang taat. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ ۖ فَعَسَىٰ أُولَٰئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ

Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allâh ialah orang-orang yang beriman kepada Allâh dan hari akhir, serta senantiasa mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak risau (kepada siapapun) tidak cuman kepada Allâh, maka merekalah orang-orang yang diharapkan juga golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. [at-Taubah/9:18]

Seorang mukmin menghambakan diri kepada Allâh Azza wa Jalla dengan menggerakkan perintah-Nya melalui pelaksanaan kewajiban zakat sesuai dengan keputusan yang sudah ditetapkan syari’at.

Zakat bukan pajak. Zakat adalah ketaatan dan ibadah kepada Allâh Azza wa Jalla yang dilakukan oleh seorang Mukmin demi menggapai pahala dan balasan di segi Allâh Azza wa Jalla . Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shalih, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di segi Rabbnya. tidak ada kekuatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. [al-Baqarah/2:277].

Juga firman-Nya.

لَٰكِنِ الرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ مِنْهُمْ وَالْمُؤْمِنُونَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ ۚ وَالْمُقِيمِينَ الصَّلَاةَ ۚ وَالْمُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَالْمُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أُولَٰئِكَ سَنُؤْتِيهِمْ أَجْرًا عَظِيمًا

“Tetapi orang-orang yang mendalam ilmunya di pada mereka dan orang-orang Mukmin, mereka beriman kepada apa yang sudah diturunkan kepadamu (al-Quran), dan apa yang sudah diturunkan sebelummu dan orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan yang beriman kepada Allâh dan hari Kemudian. Orang-orang itulah yang bakal Kami berikan kepada mereka pahala yang besar.” [an-Nisa`/4:162]

2. Mensyukuri Nikmat Allâh Dengan Menunaikan Zakat Harta Yang Telah Allâh Azza wa Jalla Limpahkan Sebagai Karunia Kepada Manusia.
Allâh Azza wa Jalla berfirman :

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

Dan (ingatlah juga), tatkala Rabbmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya terkecuali anda bersyukur, tentu Kami bakal meningkatkan (nikmat) kepadamu, dan terkecuali anda mengingkari (nikmat-Ku), maka sebenarnya azab-Ku sangat pedih.” [Ibrâhim/14:7]

Mensyukuri nikmat adalah kewajiban seorang muslim, dengannya nikmat bakal langgeng dan bertambah. Imam as-Subki rahimahullah mengatakan, “Diantara makna yang terdapat dalam zakat adalah mensyukuri nikmat Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Ini berlaku umum terhadap semua taklief (beban) agama, baik yang terkait dengan harta maupun badan, sebab Allâh Azza wa Jalla sudah memberi tambahan nikmat kepada manusia terhadap badan dan harta. Mereka wajib mensyukuri nikmat-nikmat tersebut, mensyukuri nikmat badan dan nikmat harta. Hanya saja, meski sudah kami sadar itu merupakan wujud syukur atas nikmat badan atau nikmat harta, tetapi terkadang kami tetap bimbang. Zakat masuk kategori ini.” [5]

Membayar zakat adalah pengakuan terhadap kemurahan Allâh, mensyukuri-Nya dan mengfungsikan nikmat selanjutnya dalam keridhaan dan ketaatan kepada Allâh Azza wa Jalla .

3.Menyucikan Orang Yang Menunaikan Zakat Dari Dosa-Dosa.
Allâh Azza wa Jalla berfirman :

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Ambillah zakat berasal dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu anda bersihkan dan mensucikan mereka dan doakanlah mereka. Sesungguhnya doa anda itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allâh Maha mendengar lagi Maha mengetahui. [at-Taubah/9:103].

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya kewajiban membayar zakat dalam ayat di atas terkait dengan hikmah pembersihan berasal dari dosa-dosa.”[6]

Ada juga hadits yang memastikan makna di atas, sebagaimana dalam hadits Muadz bin Jabal Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda :

الصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الخَطِيْئَةَ كَمَا يُطْفِئ ُالمَاءُ النَّارَ

Sedekah itu bisa memadamkan kekeliruan sebagaimana air memadamkan api.”[HR. Ahmad 5/231 dan at-tirmidzi no. 2616 dan dishahihkan al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi]

Ayat di atas menyatukan banyak obyek dan hikmah syar’i yang terdapat dalam kewajiban zakat. Tujuan-tujuan dan hikmah-hikmah itu terangkum dalam dua kata yang muhkam yaitu, “Dengan zakat itu anda bersihkan dan mensucikan mereka.”

4. Membersihkan Orang Yang Menunaikannya Dari Sifat Bakhil.
Al-Kâsâni rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya zakat bersihkan jiwa orang yang menunaikannya berasal dari kotoran dosa dan menghiasi akhlaknya dengan pembawaan dermawan dan pemurah. Juga melenyapkan kekikiran dan kebakhilan, sebab perilaku jiwa sangat menyukai harta benda. Zakat bisa membiasakan orang jadi pemurah, melatih menunaikan amanat dan memberikan hak-hak kepada pemiliknya. Semua itu terdapat dalam firman Allâh Azza wa Jalla :

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ

Ambillah zakat berasal dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu anda bersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.[7]

Kikir adalah penyakit yang dibenci dan tercela. Sifat ini menjadikan manusia mengupayakan untuk senantiasa mewujudkan ambisinya, egois, cinta hidup di dunia dan bahagia menumpuk harta. Sifat ini bakal menumbuhkan sikap monopoli terhadap semua. Tentang hakikat ini, Allâh Azza wa Jalla berfirman :

وَكَانَ الْإِنْسَانُ قَتُورًا

Dan manusia itu sangat kikir. [al-Isrâ`/17:100]

Allâh Azza wa Jalla berfirman :

وَأُحْضِرَتِ الْأَنْفُسُ الشُّحَّ

Walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. [an-Nisâ`/4:128]

Sifat kikir ini merupakan faktor terbesar yang memicu manusia sangat terkait kepada dunia dan berpaling berasal dari akhirat. Sifat ini jadi sebab kesengsaraan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda :

تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِوَعَبْدُ الدِّرْهَمِ وَعَبْدُ الخَمِيْصَةِ إِنْ أُعْطِيَ رَضِيَ وَإِنْ لَمْ يُعْطَ سَخِطَ تَعِسَ وَانْتَكَسَ وَإِذَا شِيْكَ فَلاَ اْنَتقَشَ

Sengsara hamba dinar, sengsara hamba dirham, sengsara hamba khamishah ! Bila dia diberi maka dia rela, seumpama tidak maka dia murka, sengsara dan tersungkurlah dia, seumpama dia tertusuk duri maka dia tidak bakal mencabutnya. [8]

Cinta dunia dan harta adalah salah satu sumber dosa dan kesalahan. Bila seseorang terselamatkan darinya dan terlindungi berasal dari pembawaan kikir maka dia bakal sukses, sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla yang artinya, “Dan siapa yang dipelihara berasal dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung.” [al-Hasyr/59:9]

Allâh Azza wa Jalla berfirman berkenaan orang-orang yang kikir lagi bakhil,

وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ ۖ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ ۖ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allâh berikan kepada mereka berasal dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. sebenarnya kebakhilan itu adalah jelek bagi mereka. harta yang mereka bakhilkan itu bakal dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. [Ali Imrân/3:180]

al-Fakhrurrazi rahimahullah berkata, “Kecintaan mendalam terhadap harta bisa melalaikan jiwa berasal dari kecintaan kepada Allâh dan persiapan hadapi kehidupan akhirat. Hikmah Allâh Azza wa Jalla menuntut agr pemilik harta mengeluarkan sebagian harta yang dipegangnya; Agar apa yang dikeluarkan itu jadi alat penghancur ketamakan terhadap harta, pencegah sehingga jiwa tidak berpaling kepada harta secara keseluruhan dan sebagai pengingat sehingga jiwa sadar bahwa kebahagiaan manusia tidak bisa tercapai dengan sibuk menumpuk harta. Akan tetapi kebahagian itu bakal terwujud dengan menginfakkan harta untuk melacak ridha Allâh Azza wa Jalla . Kewajiban zakat adalah terapi pas dan suatu keharusan untuk melenyapkan kecintaan kepada dunia berasal dari hati. Allâh Azza wa Jalla mewajibkan zakat untuk hikmah mulia ini. Inilah yang dimaksud oleh firman-Nya, yang artinya, “Ambillah zakat berasal dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu anda bersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.” Yakni bersihkan dan mensucikan mereka berasal dari sikap berlebih-lebihan dalam menuntut dunia.” [9]

5. Membersihkan Harta Yang Dizakati.
Karena harta yang tetap ada keterkaitan dengan hak orang lain bermakna tetap kotor dan keruh. Jika hak-hak orang itu sudah dilakukan bermakna harta itu sudah dibersihkan. Permasalahan ini diisyaratkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamsaat beliau n menyebutkan alasan kenapa zakat tidak boleh diberikan kepada keluarga beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ? Yaitu sebab zakat adalah kotoran harta manusia.

6. Membersihkan Hati Orang Miskin Dari Hasad Dan Iri Hati Terhadap Orang Kaya.
Bila orang fakir melihat orang disekitarnya hidup bahagia dengan harta yang melimpah sementara dia sendiri wajib memikul derita kemiskinan, bisa jadi kondisi ini jadi sebab munculnya rasa hasad, dengki, permusuhan dan kebencian dalam hati orang miskin kepada orang kaya. Rasa-rasa ini tentu melemahkan jalinan antar sesama Muslim, apalagi berpotensi memutus tali persaudaraan.

Hasad, dengki dan kebencian adalah penyakit berbahaya yang mengancam masyarakat dan mengguncang pondasinya. Islam mengupayakan untuk mengatasinya dengan menyebutkan bahayanya dan dengan pensyariatan kewajiban zakat. Ini adalah metode praktis yang efisien untuk menangani penyakit-penyakit selanjutnya dan untuk menyebarkan rasa cinta dan belas kasih di pada anggota masyarakat. [10]

Orang yang menunaikannya bakal dilipatgandakan kebaikannya dan ditinggikan derajatnya. Ini juga obyek syar’i yang penting. Allâh Azza wa Jalla berfirman.

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allâh adalah sama dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, terhadap tiap-tiap bulir seratus biji. Allâh melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allâh Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.” [al-Baqarah/2:261]

7. Menghibur Dan Membantu Orang Miskin.
Al-Kâsâni rahimahullah berkata, “Pembayaran zakat juga bantuan kepada orang lemah dan bantuan kepada orang yang membutuhkan. Zakat memicu orang lemah jadi bisa dan kuat untuk melaksanakan tauhid dan ibadah yang Allâh wajibkan, sementara fasilitas menuju pelaksanaan kewajiban adalah wajib.” [11]

8. Pertumbuhan Harta Yang Dizakati.
Telah diketahui dengan bahwa di pada makna zakat dalam bhs Arab adalah pertumbuhan. Kemudian syariat sudah menetapkan makna ini dan menetapkannya terhadap kewajiban zakat. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ

Allâh memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah dan Allâh tidak menyukai tiap tiap orang yang senantiasa dalam kekafiran dan senantiasa berbuat dosa.” (al-Baqarah/2:276). Yakni menumbuhkan dan memperbanyak. [12]

Juga firman-Nya, yang artinya, “Dan barang apa saja yang anda nafkahkan, maka Allâh bakal menggantinya dan Dia-lah pemberi rizki yang sebaik-baiknya.” (Saba`/34:39). Yakni Allâh menggantinya di dunia dengan yang semisalnya dan di akhirat dengan pahala dan balasan. [13]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda :

مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ العِبَادُ إِلاَّ وَمَلكَانِ يَنْزِلاَنِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا اَللهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقاً خَلَفاً وَيَقُولُ الآخَرُ اللهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكاً تَلَفاً

Tidak ada satu hari di mana manusia memperoleh sementara pagi terkecuali ada dua malaikat turun, salah satu berasal dari keduanya berkata, ‘Ya Allâh berikanlah pengganti kepada orang yang berinfak.’ Sedangkan yang lainnya berkata, ‘Ya Allâh berikanlah kebinasaan kepada orang yang menahan.” [Muttafaqun ‘alaihi]